Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan dasar
sahnya keimanan seseorang. Karena keimanan tanpa dilandasi kecintaan adalah
sebuah kebohongan belaka. Iman dan cinta adalah dua nilai yang akan mampu
melahirkan sebuah kepatuhan dan ketundukan yang mutlak.Dengan lebih mencintai Allah dan Rosul-Nya dibandingkan selain keduanya,
secara otomatis akan membuat hawa nafsu tunduk kepada perintah syariat.
Oleh karena itu apabila seseorang telah mampu memadukan
keimanan dan kecintaan dirinya kepada Allah dan rasul, maka ia akan merasakan
manisnya keimanan. Manisnya keimanan itu dibuktikan dengan mendahulukan kepentingan
Allah dan Rasul-Nya daripada kepentingan pribadi, keluarga dan golongan.
Sebagaimana Allah berfirman, Katakanlah: “Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan
Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya.” (QS At Taubah: 24).
Bila seseorang mampu mengutamakan kecintaan
kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya, daripada kepentingan dirinya
sendiri, maka akan lahirlah sikap ridha terhadap Allah sebagai Rabbnya,
Muhammad sebagai utusan-Nya dan Islam sebagai agamanya.
Seseorang apabila serius
mercintai Allah dan Rasulnya akan tumbuh dalam dirinya: Kenikmatan ketaatan
kepada Allah swt. Sebagaimana di tunjukkan para wanita Anshar dan Muhajirin,
tatkala turun wahyu yang memerintahkan mereka untuk berhijab dan menutrup
auratnya, mereka langsung meresponnya dengan senang hati dan lapang dada, tanpa
merasa berat sedikitpun. Aisyah ra. yang menjadi saksi mata atas hal ini
berkata :
رَحِمَ
الله ُنِسَاءَ اْلاَنْصَارِ وَالْمُهَاجِرَاتِ لَمَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِنَّ
“وَلْيَضْرِبْنَ مِنْ جَلاَ بِيْبِهِنَّ عَلَى جُيُوْ بِهِنَّ” شَقَقْنَ
مُرُوْطَهُنَّ فَلْيَخْتَمِرْنَ بِهَا
“Semoga Allah merahmati wanita Anshar dan
Muhajirin, tatkala turun kepada mereka ayat “hendaknya mereka mengenakan kain
panjang (jilbab) sampai ke atas dada mereka,” mereka memotong kain-kain mereka,
lalu mereka menjadikan kain-kain itu sebagai penutup kepalanya
Syaikh Abu Muhammad bin Abi
Jamroh mengibaratkan manisnya iman dengan sebuah pohon, sebagaimana firman
Allah :أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا
كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي
السَّمَاء
“Tidakkah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Ibrahim : 24)
Yang dimaksud kalimat dalam ayat
tersebut adalah kalimatul ikhlasلا
اله الا الله, batang
pohonnya adalah pangkal iman, cabang dan rantingnya adalah menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya, dedaunannya adalah kepedulian terhadap
kebajikan, buahnya adalah amal ketaatan, rasa manisnya adalah ketika
memetiknya, dan puncak manisnya adalah ketika matangnya sempurna saat dipetik,
disitulah sangat terasa manisnya.
Tidak dipungkiri bahwa kita semua ini merasa
mencintai Rasulullah. Dari cinta itu kita semua berharap mendapat syafaat
beliau kelak di akherat nanti. Namun sekedar pengakuan tentu tidaklah cukup. Setiap cinta membutuhkan bukti, dan bukti
cinta kita kepada Rasulullah
adalah menjadikan Rasulullah
sebagai rujukan dan suritauladan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
daripada lainnya adalah menjadi landasan keimanan kita. Dalam surah Ali Imron
ayat ke: 31-32.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ الْكَافِرِينَ .
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Klaim atau mengakuan atas cinta kita kepada Rasulullah perlu realisasi nyata
dalam prilaku kita sehari-hari. Mustahil kita akan mendapatkan buah cinta
kepada Rasulullah berupa syafaat kelak di akherat, kalau perbuatan kita
sehari-harinya jauh dari apa yang diinginkan oleh Rasulullah. Hal ini nantinya
akan terbongkar kelak diakherat, dimana
ketika semua umat Muhammad diberi kesempatan untuk meminum telaga Kutsar milik
Rasulullah, namun ternyata ada sekelompok umatnya yang tertolok (HR. Muslim).
Dari sini kita bisa memahami sabda Rasulullah“Anta ma’a man ahbabta” (anda akan
dikumpulkan bersama orang yang anda cintai)(HR. Al-Bukhori, No. 3485). Bahwa kebersamaan kita nanti bersama orang yang kita
cintai (Rasulullah) harus juga di imbangi dengan melaksaankan amal yang mampu
menjadikan kita bersamanya. Dan amal itu harus sesuai apa yang telah diajarkan
oleh Rasulullah. Sehingga kelak diakhirat kita tidak kecewa dengan apa yang
telah kita lakukan di duania ini, jika kelak itu tertolak di akherat.
Oleh karena itu, saya mengajak diri saya dan kaum muslimin untuk mencintai
Rasullah SAW. secara benar, dengan cara mengikuti apa yang telah diajarkannya.
Menjadikan sunnah-sunnahnya sebagai pegangan dan tauladan dalam kehidupan
sehari-hari.
.
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak anda...:)