Subscribe:

Senin, 26 Maret 2012

Cinta Kepada Allah dan Rasul-NYa Sebagai Pokok Keimanan


Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan dasar sahnya keimanan seseorang. Karena keimanan tanpa dilandasi kecintaan adalah sebuah kebohongan belaka. Iman dan cinta adalah dua nilai yang akan mampu melahirkan sebuah kepatuhan dan ketundukan yang mutlak.Dengan lebih mencintai Allah dan Rosul-Nya dibandingkan selain keduanya, secara otomatis akan membuat hawa nafsu tunduk kepada perintah syariat.
Oleh karena itu apabila seseorang telah mampu memadukan keimanan dan kecintaan dirinya kepada Allah dan rasul, maka ia akan merasakan manisnya keimanan. Manisnya keimanan itu dibuktikan dengan mendahulukan kepentingan Allah dan Rasul-Nya daripada kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Sebagaimana Allah berfirman, Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS At Taubah: 24).
Bila seseorang mampu mengutamakan kecintaan kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya, daripada kepentingan dirinya sendiri, maka akan lahirlah sikap ridha terhadap Allah sebagai Rabbnya, Muhammad sebagai utusan-Nya dan Islam sebagai agamanya.
Seseorang apabila serius mercintai Allah dan Rasulnya akan tumbuh dalam dirinya: Kenikmatan ketaatan kepada Allah swt. Sebagaimana di tunjukkan para wanita Anshar dan Muhajirin, tatkala turun wahyu yang memerintahkan mereka untuk berhijab dan menutrup auratnya, mereka langsung meresponnya dengan senang hati dan lapang dada, tanpa merasa berat sedikitpun. Aisyah ra. yang menjadi saksi mata atas hal ini berkata :
رَحِمَ الله ُنِسَاءَ اْلاَنْصَارِ وَالْمُهَاجِرَاتِ لَمَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِنَّ “وَلْيَضْرِبْنَ مِنْ جَلاَ بِيْبِهِنَّ عَلَى جُيُوْ بِهِنَّ” شَقَقْنَ مُرُوْطَهُنَّ فَلْيَخْتَمِرْنَ بِهَا
“Semoga Allah merahmati wanita Anshar dan Muhajirin, tatkala turun kepada mereka ayat “hendaknya mereka mengenakan kain panjang (jilbab) sampai ke atas dada mereka,” mereka memotong kain-kain mereka, lalu mereka menjadikan kain-kain itu sebagai penutup kepalanya
Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamroh mengibaratkan manisnya iman dengan sebuah pohon, sebagaimana firman Allah :أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Ibrahim : 24)
Yang dimaksud kalimat dalam ayat tersebut adalah kalimatul ikhlasلا اله الا الله, batang pohonnya adalah pangkal iman, cabang dan rantingnya adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dedaunannya adalah kepedulian terhadap kebajikan, buahnya adalah amal ketaatan, rasa manisnya adalah ketika memetiknya, dan puncak manisnya adalah ketika matangnya sempurna saat dipetik, disitulah sangat terasa manisnya.
Tidak dipungkiri bahwa kita semua ini merasa mencintai Rasulullah. Dari cinta itu kita semua berharap mendapat syafaat beliau kelak di akherat nanti. Namun sekedar pengakuan tentu tidaklah cukup. Setiap cinta membutuhkan bukti, dan bukti cinta kita kepada Rasulullah adalah menjadikan Rasulullah sebagai rujukan dan suritauladan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya daripada lainnya adalah menjadi landasan keimanan kita. Dalam surah Ali Imron ayat ke: 31-32.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ .
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Klaim atau mengakuan atas cinta kita kepada Rasulullah perlu realisasi nyata dalam prilaku kita sehari-hari. Mustahil kita akan mendapatkan buah cinta kepada Rasulullah berupa syafaat kelak di akherat, kalau perbuatan kita sehari-harinya jauh dari apa yang diinginkan oleh Rasulullah. Hal ini nantinya akan terbongkar  kelak diakherat, dimana ketika semua umat Muhammad diberi kesempatan untuk meminum telaga Kutsar milik Rasulullah, namun ternyata ada sekelompok umatnya yang tertolok (HR. Muslim).
Dari sini kita bisa memahami sabda RasulullahAnta ma’a man ahbabta” (anda akan dikumpulkan bersama orang yang anda cintai)(HR. Al-Bukhori, No. 3485). Bahwa kebersamaan kita nanti bersama orang yang kita cintai (Rasulullah) harus juga di imbangi dengan melaksaankan amal yang mampu menjadikan kita bersamanya. Dan amal itu harus sesuai apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Sehingga kelak diakhirat kita tidak kecewa dengan apa yang telah kita lakukan di duania ini, jika kelak itu tertolak di akherat.
Oleh karena itu, saya mengajak diri saya dan kaum muslimin untuk mencintai Rasullah SAW. secara benar, dengan cara mengikuti apa yang telah diajarkannya. Menjadikan sunnah-sunnahnya sebagai pegangan dan tauladan dalam kehidupan sehari-hari.
.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak anda...:)